Wikipedia

Hasil penelusuran

Rabu, 03 Agustus 2022

EFISIENSI SISTEM BANGUNAN GEDUNG


Disusun oleh Yuliansyah Nagata guna memenuhi Ujian Akhir Semester (UAS)

Mata Kuliah: Bahasa Indonesia


Kalimat Pembuka

Puji syukur saya panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena rahmat dan karuniaNya sehingga saya dapat menyelesaikan artikel ini untuk memenuhi soal Ujian Akhir Semester (UAS) pada mata kuliah Bahasa Indonesia yang berjudul "Efisiensi Sistem Bangunan Gedung".

Tidak lupa saya menyampaikan rasa terima kasih kepada dosen pengajar yang telah memberikan ilmu dan bimbingan dalam mata kuliah ini. Rasa terimakasih juga saya ucapkan kepada rekan-rekan mahasiswa yang telah banyak membantu dalam memberikan informasi yang bermanfaat.

Dalam artikel kali ini saya akan membahas tentang sistem yang terdapat pada bangunan gedung. Pembahasan pada artikel ini sangat berkaitan erat dengan MEP (Mechanical, Electrical, dan Plumbing) karena bangunan tidak akan berfungsi dengan normal tanpa adanya sistem yang terdapat di dalam bangunan. Oleh karena itu pentingnya kita mengenali sistem pada bangunan gedung maupun bangunan tempat tinggal. 

Gambar 1: Building Management System MEP
trane.com

Bangunan gedung dalam iklim tropis seperti Indonesia pada umumnya memiliki karakteristik konsumsi energi yang sama, dengan sebagian besar energi digunakan untuk HVAC, kemudian pencahayaan, dan terakhir sistem dan sub-sistem lainnya dalam bangunan gedung. Dalam bahasan ini, akan ditampilkan cara-cara untuk mencapai efisiensi energi lebih tinggi melalui desain dan pengawasan yang lebih baik, dengan mempergunakan teknologi baru dan operasi dan pembeliharaan yang tepat.

1. Pencahayaan Artifisial (Listrik)

    Pencahayaan Artifisial adalah cahaya yang sengaja dibuat atau diciptakan manusia untuk keperluan fotografi maupun penerangan di dalam ruangan. Saat mendesain sistem pencahayaan artifisial, ahli desain perlu mempertimbangkan banyak isu kritis, termasuk penerangan vertikal dan horizontal, pengendalian cahaya silau, penyeragaman cahaya, pemberian warna dan integrasi dengan cahaya alami.

Gambar 2: Strategi untuk sistem pencahayaan dengan efisiensi energi

    Buku pegangan pencahayaan IESNA (the Engineering Society of North America) membahas masalah-masalah desain seperti penampilan warna, integrasi dan pengendalian atas cahaya alami, penerangan permukaan ruangan, cahaya silau yang direfleksikan, dan berbagai masalah lain secara lebih terinci. Buku pegangan ini juga menyediakan Panduan Desain Pencahayaan yang mengilustrasikan pentingnya masalah kualitas pencahayaan ini untuk jenis ruang tertentu.

Gambar 3: Table kebutuhan lux atau cahaya pada ruangan

    1.1 Sumber - Sumber Cahaya

    Penggunaan cahaya matahari sebagai sumber cahaya utama dapat mengurangi penggunaan energi listrik. Namun, ketersediaan sumber cahaya alami yang tidak konstan karena perubahan cuaca dan permasalahan yang berkaitan dengan kedalaman ruang menyebabkan distribusi cahaya yang masuk ke dalam ruang tidak merata karena tidak semua bagian dalam ruangan terkena sinar matahari. 
    Kondisi penerangan pada kedua keadaan tersebut tidak memenuhi standar penerangan, sehingga dibutuhkan cahaya buatan yang bersinergi dengan cahaya alami. Peranan cahaya buatan sebagai sumber cahaya alternatif atau pendukung cahaya alami untuk memenuhi standar kenyamanan visual pada ruangan. Cahaya lampu dapat mendistribusikan cahaya lebih merata dan cahaya yang dihasilkan relatif konstan.

    1.2 Integrasi Dengan Cahaya Alami

    Untuk mencapai penghematan energi dalam pencahayaan, pencahayaan artifisial harus diintegrasikan dengan cahaya alami. Sebagai batas minimum, perlu mengadaptasikan unit lampu dengan penyebaran matahari dalam ruang tersebut. Disarankan untuk memisahkan pengaturan lampu yang dekat dengan jendela atau kaca atap dari pengaturan pencahayaan artifisial yang lain dalam ruang.

Gambar 4: Table panduan desain IESNA Design Guide untuk isu kualitas cahaya

   

 1.3 Standar Nasional

    Mengacu pada Standar Indonesia untuk Konservasi Energi pada Sistem Tata Cahaya Bangunan Gedung (SNI 6197:2011), desain sistem pencahayaan harus memenuhi tingkat maksimum efisiensi yang dihitung dalam W/m2.
Gambar 5: Table standar pengunaan energi maksimum pencahayaan (SNI 6197:2011)


1.4 Perilaku Manusia

    Kontrol Nyala Manual, Otomatis Mati, sangat cocok untuk tempat dengan cahaya alami, karena orang-orang hanya akan menggunakan pencahayaan saat mereka membutuhkan cahaya tambahan untuk melakukan suatu tugas, atau saat cahaya matahari tidak cukup. Mematikan lampu secara otomatis dapat dikendalikan oleh alat pengatur waktu atau sensor okupansi. Letakkan saklar manual di tempat keluar. Orangorang akan lebih mungkin mematikan lampu saat saklar mudah diakses. Lakukan ini terutama untuk ruang rapat.

1.5 Langkah - langkah Efisiensi Energi Pencahayaan

  1. Matikan lampu yang tidak dibutuhkan
  2. Pastikan lampu yang digunakan menerangi subjek yang tepat dan cahaya tidak diteruskan ke tempat yang tidak dibutuhkan
  3. Pastikan peralatan lampu yang dipilih memiliki rasio-output-cahaya yang tinggi
  4. Batasi penggunaan pencahayaan untuk fitur dan penampilan
  5. Meminimalisasi penggunaan pencahayaan dekorasi
  6. Hindari menerangi area secara berebihan
  7. Gunakan simulasi komputer untuk tingkat luminasi yang tepat

2. HVAC (Heating Ventilation Air Conditioning)

    Pendingin ruangan dan sistem ventilasi ditujukan untuk menyediakan kenyamanan pendinginan yang cukup, pengurangan kelembaban, sebagai ventilasi hunian dengan biaya yang wajar. Menentukan ukuran AC adalah isu yang kompleks yang perlu dihadapi dengan sistematis. Ukuran yang pas bergantung pada banyak faktor, termasuk iklim, konfigurasi bangunan gedung, penggunaan ruang, tata ruang, dan zona sistem.

Gambar 6: VRF Air Conditioning System 
Sumber: insulation.org

    Bangunan gedung mengunakan beberapa jenis system HVAC berdasarkan media pendinginnya. seperti Chiller Water Cool, Chiller Air Cool, AC VRF, dan AC VRV (Daikin). Meskipun demikian, satu saran umum adalah untuk memilih sistem dengan faktor COP yang tinggi apabila menginginkan efisiensi energi yang prima. Subsistem dari sistem AC sentral yang berdampak terhadap efisiensi energi adalah: 
    • Unit Chiller 
    • Menara pendinginan 
    • AHU/FCU 
    • Pompa 
    • Pipa 
    • Saluran 
    • Kualitas Air

2.1 Standar Nasional

    Mengacu pada Standar nasional Indonesia untuk Konservasi energi sistem tata udara bangunan gedung (SNI 6390:2011), desain dari sistem HVAC harus memenuhi tingkat efisiensi minimum yang terukur dalam COP (coefficient of performance – koefisiensi performansi) atau kW/TR (kilowatt per Ton Refrigerasi) sebagaimana tertera pada tabel berikut:

Gambar 7: Efisiensi Energi Minimum (SNI 6390:2011)

2.2 Kapasitas Beban AC

    Kapasitas AC yang cocok bergantung pada banyak faktor, termasuk iklim, konfigurasi bangunan gedung, penggunaan ruang, spesifikasi lingkungan dalam ruangan, tata ruang dan zona sistem. Seluruh faktor ini seharusnya dispesifikasi dalam Owner Project Requirements (OPR). Salah satu faktor paling penting dalam menghindari ukuran yang kebesaran adalah asumsi beban pendinginan yang digunakan pada tahap desain. Angka umum yang digunakan untuk bangunan gedung kantor di Indonesia adalah 146.53 W/m2 (500 BTU/m2 per jam) atau 205.15 W/m2 (700 BTU/m2 per jam). Namun dengan desain, modeling, dan simulasi terinci, angka beban pendinginan ini dapat dikurangi hinga mendekati angka nyatanya.


2.3 Langkah - langkah Efisiensi Energi Pemakaian AC Pada Gedung

  1. Maksimalkan ventilasi alami.
  2. Kurangi pengunaan alat sumber panas dari peralatan elektrikal, mesin kantor dan lain-lain.
  3. Pastikan bahwa pemanasan dan pendinginan tidak beroperasi bersamaan.
  4. Bersihkan dan periksa filter pada jadwal yang teratur.
  5. Ubah pengaturan sistem pendinginan per perubahan musim untuk menghemat 1-3% dari biaya pendinginan untuk setiap kenaikan 1 derajat setting dari termostat.
  6. Pasang termostat ke suhu 24-25°C atau lebih tinggi saat tempat kerja dihuni, dan 28°C atau matikan setelah jam kerja.
  7. Kurangi pendinginan ruangan atau matikan sistem saat bangunan gedung tidak dihuni.

3. Sistem Transportasi Gedung

    Pertimbangkan efisiensi energi saat merencanakan sistem transportasi dalam bangunan gedung seperti eskalator, lift, dan lain-lain. Eskalator adalah unit pengangkut beban yang didesain untuk mentransportasi orang antara dua tujuan yang berbeda. Eskalator digerakkan oleh motor listrik dan menggerakkan anak tangga dan rel tangan pada kecepatan yang disinkronisasi. Eskalator didukung oleh tiang penopang yang terdiri dari seluruh komponen mekanikal, seperti unit penggerak, rem dan rantai. Eskalator umumnya memiliki kecepatan sekitar 0,5 m/s – cukup cepat untuk menyebabkan pemindahan yang cepat tanpa mengabaikan kenyamanan dan keselamatan.

    Perkembangan teknologi hemat energi mengambil pendekatan-pendekatan berbeda dalam menangani faktor-faktor penyebab ketidakefisienan dalam sistem transportasi vertikal. Faktor penyebab ini dapat dibagi ke dalam dua kelompok utama: langsung dan tidak langsung. Untuk simulasi bangunan gedung komersil 15-lantai dan simulasi tempat tinggal 25-lantai, regenerasi mengurangi penggunaan listrik hingga 30% secara relatif terhadap sistem motor traksi dengan persneling sebagai kasus acuan. (Enermodal Engineering Limited 2004, Market Assessment for Energy Efficient Elevators and Escalators, Final Report)

3.1 Langkah - langkah Efisiensi Energi Pemakaian Transportasi Pada Gedung

  1. Periksa penggunaan energi lift dan eskalator secara teratur.
  2. Lakukan pemeliharaan teratur terhadap motor lift dan eskalator.
  3. Pastikan bahwa mode hemat energi atau mode tidur bekerja dengan baik.
  4. Hiasi tangga untuk mendorong penggunaan tangga.
  5. Tinjau lalu lintas orang dan sesuaikan pengaturan lift.    
  6. Integrasi Sistem Manajemen Energi Bangunan Gedunng (SMEBG) 

4. Sistem Elektrikal

    Pertimbangan efisiensi energi dengan perencanaan, pemasangan, dan manajemen sistem elektrikal. Selain HVAC, pencahayaan, dan sistem transportasi gedung, terdapat beberapa sistem elektrikal lainnya dalam bangunan. Bagian sistem data dan keamanan akan meliputi komputer, CCTV, server, dan lain-lain. Pada bagian ini, peralatan seperti microwave, boiler elektrikal dan peralatan kantor seperti printer, mesin fotokopi, dan pintu otomatis akan dibahas.


Gambar 8: Panel Control System Termination


    Peralatan kantor mempunyai variasi yang banyak dari sisi konsumsi energi nya. Beberapa peralatan mungkin sangat efisien, namun yang lain tidak. Sebagai pemilik gedung, peralatan kantor adalah bagian dari penggunaan energi bangunan gedung dan dapat dikendalikan dengan mendidik penghuni bangunan dan, apabila diizinkan, memiliki kebijakan bahwa hanya peralatan dengan tingkat energi tertentu yang boleh digunakan. Peralatan kantor yang memiliki sistem hemat energi yang terintegrasi sebaiknya diidentifikasi, dan dipastikan bahwa sistem tersebut telah aktif. Dengan adanya upaya pemerintah Indonesia untuk memberikan label energi untuk peralatan elektrikal, seharusnya lebih mudah untuk memspesifikasikan kebijakan peralatan yang efisien di masa depan setelah proses pemberian label selesai.

4.1 Langkah - langkah Efisiensi Energi Pemakaian Transportasi Pada Gedung

  1. Didik seluruh penghuni kantor dan ciptakanlah budaya “mematikan” terkait peralatan elektronik untuk menghemat energi dan mengurangi perolehan panas.
  2. Pasang program hemat energi pada komputer.
  3. Dorong penggunaan screen saver menjadi “hemat energi”.
  4. Jangan tinggalkan peralatan dalam kondisi menyala.
  5. Pasang pengatur waktu pada vending machines dan peralatan lain yang sesuai.
  6. Ganti bank kapasitor yang berukuran atau memiliki desain berlebihan dengan bank kapasitor yang memiliki kapasitas lebih kecil.
  7. Beli peralatan yang menggunakan energi lebih sedikit dan/atau memiliki fitur hemat energi.

5. Sistem Kebakaran dan Keselamatan (Fire Protection)

    Saat mendesain untuk efisiensi energi, faktor kebakaran dan keselamatan bangunan gedung tidak dapat dikompromi. Pada masa sekarang ini pembangunan gedung-gedung tinggi (apartement dan hotel)  harus dilengkapi dengan sistem proteksi kebakaran guna meminimalisir kerugia-kerugian yang disebabkan oleh kebakaran. Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.26/PRT/M/2008 tentang “Persyaratan Teknis Sistem Proteksi Kebakaran pada Bangunan Gedung” dan Peraturan Daerah Khusus Ibukota Jakarta No. 8 Tahun 2008 tentang “Penanggulangan Bahaya Kebakaran dalam wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta”. Diharapkan juga dengan adanya sistem pemadam kebakaran dapat memberikan rasa aman dan nyaman bagi para penghuninya.
Gambar 9: Box Hydrant dan Hydrant Pillar pada gedung
Sumber: 99.co

5.1 Standar Instalasi System Fire Protection

    Sebagai upaya untuk menginstalasi system hidran yang optimal maka harus menggunakan standar dalam penginstalasiannya. Standar Instalasi pemasangan hydrant berdasarkan NFPA dan SNI
  • NFPA (National Fire Protection Association) adalah organisasi internasional yang memajukan ilmu pengetahuan serta metode pencegahan dan proteksi kebakaran. NFPA menerbitkan kode dan standar dalam lingkup pencegahan kebakaran, kelistrikan, serta keamanan gedung. Standar pemasangan instalasi hydrant berdasarkan NFPA adalah sebagai berikut:
    1. NFPA 20: Standar instalasi pompa sentrifugal
    2. NFPA 14: Standar instalasi sistem selang dan pipa tegak
    3. NFPA 13: Standar instalasi sistem sprinkler
  • SNI (Standar Nasional Indonesia) digunakan sebagai standar yang belaku di indonesia untuk melindungi jiwa dari bahaya kebakaran. Berikut adalah SNI untuk pemasangan hydrant:
    1. SNI 03-1735-2000: Tata cara perencanaan akses bangunan dan akses lingkungan untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung
    2. SNI 03-1745-2000: Tata cara perencanaan dan pemasangan sistem pipa tegak dan slang untuk pencegahan bahaya kerbakaran pada bangunan gedung.
    3. SNI 03-3989-2000: Tata cara perencanaan dan pemasangan sistem sprinkler automatik untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung.

6. Pengunaan Air

6.1 Pengaruh Air dan Pendauran Ulang Terhadap Efisiensi Energi

    Banyak orang yang tidak sadar akan hubungan antara kualitas air dan efisiensi energi. Air dengan tingkat kesadahan yang tinggi menghasilkan kerak air, dan air yang tidak dirawat dapat menyebabkan fouling yang akan menghambat pemindahan panas. Penghambatan pemindahan panas berarti butuh energi yang lebih untuk mencapai hasil yang sama. Perpindahan kalor pada bangunan gedung terjadi dalam proses pemanasan dan pendinginan apapun yang menggunakan air, termasuk pemanasan air, coil unit pengolah udara (AHU – Air Handling Unit) dan Chiller yang media pendinginnya adalah air.
Menurut Phillip Kotz dalam “Clean system Approach to Air Conditioning Heating, Piping and Air Conditioning Journal”, kerak air sebesar 0,32 mm akan menyebabkan konsumsi energi tambahan sebesar 12% per Ton untuk Chiller yang didinginkan oleh air.
Gambar 10: Proses Scalling Pipa Chiller yang berkerak

    Secara umum, tindakan pencegahan terhadap kerak air dan fouling jauh lebih efektif dan lebih murah dalam jangka panjang dibandingan tindakan perbaikan setelah terdapat kerak air dan fouling. Tindakan pencegahan dapat berbentuk merawat air sebelumnya untuk mengurangi faktor-faktor fouling dan kerak air, perawatan air yang baik, pengawasan secara teratur, dan pemeliharaan teratur pada sistem yang menggunakan air.

6.2 Manajemen Air Hujan

    Air hujan dapat menjadi sumber air bersih dengan kandungan mineral yang jauh lebih sedikit daripada air sumur atau air kota pada umumnya.

    Beberapa faktor perlu dipertimbangkan saat memanen air hujan: 
  • Lebih baik membuang air hujan dari 20 menit pertama untuk menghindari kandungan asam dalam hujan. 
  • Sebaiknya diadakan proses untuk mengontrol fouling biologis. 
  • Penyimpanan air hujan sebaiknya dikalkulasi berdasarkan jumlah yang direncanakan akan dipakai dan sangat bergantung pada ketersediaan ruang. 
  • Peraturan lokal yang mencegah panen air hujan. 

6.3 Sistem Distribusi Air

    Sistem distribusi air dapat memiliki dampak terhadap efisiensi energi bangunan gedung secara keseluruhan. Sebagian besar sistem air yang didinginkan/dipanaskan telah terisolasi untuk mencegah kehilangan energi saat distribusi. Dampak dari isolasi yang tidak tepat pada saluran air panas atau dingin adalah peningkatan penggunaan energi untuk menghasilkan air pada suhu tertentu. Sebagaian besar riser air dingin dalam bangunan gedung berukuran sedang hingga besar perlu diperiksa secara teratur dan diisolasi ulang apabila terdapat kerusakan pada isolasi.

6.4 Langkah-langkah Efisiensi Energi pada Manajemen Air Bangunan

    Berikut faktor-faktor yang dapat dilakukan untuk mencegah pemborosan energi dalam manajemen air pada bangunan gedung:
  • Pemeriksaan reguler terhadap penggunaan energi dari chiller dan boiler. 
  • Catatlah suhu pendekatan approach chiller. 
  • Pastikan program perawatan air berjalan (pemberian bahan kimia, blow-down, dan lain-lain.). 
  • Periksa menara pendingin (Cooling Tower)secara teratur. 
  • Periksa elemen penukar kalor setiap tahun (Kondensor dan Evaporator pada Chiller).
  • Pasang program perawatan air yang baik, yang mencakup pengawasan parameter air dan parameter biologis per minggu. 
  • Periksa keberadaan bakteri legionella secara teratur.

Kesimpulan

    Seluruh informasi yang di sampaikan pada artikel ini bertujuan untuk seluruh installer sistem pada bangunan gedung guna mencapai efisiensi energi yang maksimal dan menghindari pemborosan energi yang tidak perlu. Karena terdapat banyak regulasi dan standar yang harus diterapkan sebelum dan sesudah pemasangan sistem pada bangunan.

    Artikel ini semoga dapat membantu arsitek, ahli teknik, dan konsultan untuk menjelaskan keuntungan dari praktek pembangunan gedung yang mengedepankan efisiensi energi kepada pengembang dan pemilik bangunan gedung, keuntungan yang mencakup isu-isu terdekat seperti biaya energi meningkat secara drastis, serta tantangan-tantangan global seperti kelangkaan bahan bakar fosil.

Referensi

1. ASHRAE; Handbook - Fundamentals. USA, 2009. 
2. ASHRAE; ASHRAE Standard 90.1; USA. 
3. ASHRAE; ASHRAE Journal. USA, August, 2004; 
4. ASHRAE; ASHRAE Guideline 0 - The Commissioning Process; USA, 2005.
5. IESNA; IESNA Lighting Handbook 9th edition; IESNA. USA.
6. Kotz, Philip; Clean System Approach to Air Conditioning Heating, Piping and Air Conditioning Journal.
7. Satwiko, Prasasto and Istiadji, Djoko; Architecture: Computer Simulation of Low Energy Building- Case studies , Atma Jaya Yogyakarta University. Indonesia, 2010. 
8. SNI (Indonesia National Standardization Agency) 6197-2011 Konservasi Energi pada Sistem Pendahayaan. 
9. SNI (Indonesia National Standardization Agency) 6390 – 2011 Konservasi Energi pada Sistem Tata Udara. 
10. SNI (Indonesia National Standardization Agency) 03-6572-2001 Tata Cara Perancangan Sistem Ventilasi Dan pengkondisian Udara Pada Bangunan Gedung. 
11. SNI (Indonesia National Standardization Agency) 6389:2011 :Konservasi Energi Selubung Bangunan Pada Bangunan Gedung. 
12. Statistics book of Electricity and Energy Number 22 – 2011.