Wikipedia

Hasil penelusuran

Rabu, 03 Agustus 2022

EFISIENSI SISTEM BANGUNAN GEDUNG


Disusun oleh Yuliansyah Nagata guna memenuhi Ujian Akhir Semester (UAS)

Mata Kuliah: Bahasa Indonesia


Kalimat Pembuka

Puji syukur saya panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena rahmat dan karuniaNya sehingga saya dapat menyelesaikan artikel ini untuk memenuhi soal Ujian Akhir Semester (UAS) pada mata kuliah Bahasa Indonesia yang berjudul "Efisiensi Sistem Bangunan Gedung".

Tidak lupa saya menyampaikan rasa terima kasih kepada dosen pengajar yang telah memberikan ilmu dan bimbingan dalam mata kuliah ini. Rasa terimakasih juga saya ucapkan kepada rekan-rekan mahasiswa yang telah banyak membantu dalam memberikan informasi yang bermanfaat.

Dalam artikel kali ini saya akan membahas tentang sistem yang terdapat pada bangunan gedung. Pembahasan pada artikel ini sangat berkaitan erat dengan MEP (Mechanical, Electrical, dan Plumbing) karena bangunan tidak akan berfungsi dengan normal tanpa adanya sistem yang terdapat di dalam bangunan. Oleh karena itu pentingnya kita mengenali sistem pada bangunan gedung maupun bangunan tempat tinggal. 

Gambar 1: Building Management System MEP
trane.com

Bangunan gedung dalam iklim tropis seperti Indonesia pada umumnya memiliki karakteristik konsumsi energi yang sama, dengan sebagian besar energi digunakan untuk HVAC, kemudian pencahayaan, dan terakhir sistem dan sub-sistem lainnya dalam bangunan gedung. Dalam bahasan ini, akan ditampilkan cara-cara untuk mencapai efisiensi energi lebih tinggi melalui desain dan pengawasan yang lebih baik, dengan mempergunakan teknologi baru dan operasi dan pembeliharaan yang tepat.

1. Pencahayaan Artifisial (Listrik)

    Pencahayaan Artifisial adalah cahaya yang sengaja dibuat atau diciptakan manusia untuk keperluan fotografi maupun penerangan di dalam ruangan. Saat mendesain sistem pencahayaan artifisial, ahli desain perlu mempertimbangkan banyak isu kritis, termasuk penerangan vertikal dan horizontal, pengendalian cahaya silau, penyeragaman cahaya, pemberian warna dan integrasi dengan cahaya alami.

Gambar 2: Strategi untuk sistem pencahayaan dengan efisiensi energi

    Buku pegangan pencahayaan IESNA (the Engineering Society of North America) membahas masalah-masalah desain seperti penampilan warna, integrasi dan pengendalian atas cahaya alami, penerangan permukaan ruangan, cahaya silau yang direfleksikan, dan berbagai masalah lain secara lebih terinci. Buku pegangan ini juga menyediakan Panduan Desain Pencahayaan yang mengilustrasikan pentingnya masalah kualitas pencahayaan ini untuk jenis ruang tertentu.

Gambar 3: Table kebutuhan lux atau cahaya pada ruangan

    1.1 Sumber - Sumber Cahaya

    Penggunaan cahaya matahari sebagai sumber cahaya utama dapat mengurangi penggunaan energi listrik. Namun, ketersediaan sumber cahaya alami yang tidak konstan karena perubahan cuaca dan permasalahan yang berkaitan dengan kedalaman ruang menyebabkan distribusi cahaya yang masuk ke dalam ruang tidak merata karena tidak semua bagian dalam ruangan terkena sinar matahari. 
    Kondisi penerangan pada kedua keadaan tersebut tidak memenuhi standar penerangan, sehingga dibutuhkan cahaya buatan yang bersinergi dengan cahaya alami. Peranan cahaya buatan sebagai sumber cahaya alternatif atau pendukung cahaya alami untuk memenuhi standar kenyamanan visual pada ruangan. Cahaya lampu dapat mendistribusikan cahaya lebih merata dan cahaya yang dihasilkan relatif konstan.

    1.2 Integrasi Dengan Cahaya Alami

    Untuk mencapai penghematan energi dalam pencahayaan, pencahayaan artifisial harus diintegrasikan dengan cahaya alami. Sebagai batas minimum, perlu mengadaptasikan unit lampu dengan penyebaran matahari dalam ruang tersebut. Disarankan untuk memisahkan pengaturan lampu yang dekat dengan jendela atau kaca atap dari pengaturan pencahayaan artifisial yang lain dalam ruang.

Gambar 4: Table panduan desain IESNA Design Guide untuk isu kualitas cahaya

   

 1.3 Standar Nasional

    Mengacu pada Standar Indonesia untuk Konservasi Energi pada Sistem Tata Cahaya Bangunan Gedung (SNI 6197:2011), desain sistem pencahayaan harus memenuhi tingkat maksimum efisiensi yang dihitung dalam W/m2.
Gambar 5: Table standar pengunaan energi maksimum pencahayaan (SNI 6197:2011)


1.4 Perilaku Manusia

    Kontrol Nyala Manual, Otomatis Mati, sangat cocok untuk tempat dengan cahaya alami, karena orang-orang hanya akan menggunakan pencahayaan saat mereka membutuhkan cahaya tambahan untuk melakukan suatu tugas, atau saat cahaya matahari tidak cukup. Mematikan lampu secara otomatis dapat dikendalikan oleh alat pengatur waktu atau sensor okupansi. Letakkan saklar manual di tempat keluar. Orangorang akan lebih mungkin mematikan lampu saat saklar mudah diakses. Lakukan ini terutama untuk ruang rapat.

1.5 Langkah - langkah Efisiensi Energi Pencahayaan

  1. Matikan lampu yang tidak dibutuhkan
  2. Pastikan lampu yang digunakan menerangi subjek yang tepat dan cahaya tidak diteruskan ke tempat yang tidak dibutuhkan
  3. Pastikan peralatan lampu yang dipilih memiliki rasio-output-cahaya yang tinggi
  4. Batasi penggunaan pencahayaan untuk fitur dan penampilan
  5. Meminimalisasi penggunaan pencahayaan dekorasi
  6. Hindari menerangi area secara berebihan
  7. Gunakan simulasi komputer untuk tingkat luminasi yang tepat

2. HVAC (Heating Ventilation Air Conditioning)

    Pendingin ruangan dan sistem ventilasi ditujukan untuk menyediakan kenyamanan pendinginan yang cukup, pengurangan kelembaban, sebagai ventilasi hunian dengan biaya yang wajar. Menentukan ukuran AC adalah isu yang kompleks yang perlu dihadapi dengan sistematis. Ukuran yang pas bergantung pada banyak faktor, termasuk iklim, konfigurasi bangunan gedung, penggunaan ruang, tata ruang, dan zona sistem.

Gambar 6: VRF Air Conditioning System 
Sumber: insulation.org

    Bangunan gedung mengunakan beberapa jenis system HVAC berdasarkan media pendinginnya. seperti Chiller Water Cool, Chiller Air Cool, AC VRF, dan AC VRV (Daikin). Meskipun demikian, satu saran umum adalah untuk memilih sistem dengan faktor COP yang tinggi apabila menginginkan efisiensi energi yang prima. Subsistem dari sistem AC sentral yang berdampak terhadap efisiensi energi adalah: 
    • Unit Chiller 
    • Menara pendinginan 
    • AHU/FCU 
    • Pompa 
    • Pipa 
    • Saluran 
    • Kualitas Air

2.1 Standar Nasional

    Mengacu pada Standar nasional Indonesia untuk Konservasi energi sistem tata udara bangunan gedung (SNI 6390:2011), desain dari sistem HVAC harus memenuhi tingkat efisiensi minimum yang terukur dalam COP (coefficient of performance – koefisiensi performansi) atau kW/TR (kilowatt per Ton Refrigerasi) sebagaimana tertera pada tabel berikut:

Gambar 7: Efisiensi Energi Minimum (SNI 6390:2011)

2.2 Kapasitas Beban AC

    Kapasitas AC yang cocok bergantung pada banyak faktor, termasuk iklim, konfigurasi bangunan gedung, penggunaan ruang, spesifikasi lingkungan dalam ruangan, tata ruang dan zona sistem. Seluruh faktor ini seharusnya dispesifikasi dalam Owner Project Requirements (OPR). Salah satu faktor paling penting dalam menghindari ukuran yang kebesaran adalah asumsi beban pendinginan yang digunakan pada tahap desain. Angka umum yang digunakan untuk bangunan gedung kantor di Indonesia adalah 146.53 W/m2 (500 BTU/m2 per jam) atau 205.15 W/m2 (700 BTU/m2 per jam). Namun dengan desain, modeling, dan simulasi terinci, angka beban pendinginan ini dapat dikurangi hinga mendekati angka nyatanya.


2.3 Langkah - langkah Efisiensi Energi Pemakaian AC Pada Gedung

  1. Maksimalkan ventilasi alami.
  2. Kurangi pengunaan alat sumber panas dari peralatan elektrikal, mesin kantor dan lain-lain.
  3. Pastikan bahwa pemanasan dan pendinginan tidak beroperasi bersamaan.
  4. Bersihkan dan periksa filter pada jadwal yang teratur.
  5. Ubah pengaturan sistem pendinginan per perubahan musim untuk menghemat 1-3% dari biaya pendinginan untuk setiap kenaikan 1 derajat setting dari termostat.
  6. Pasang termostat ke suhu 24-25°C atau lebih tinggi saat tempat kerja dihuni, dan 28°C atau matikan setelah jam kerja.
  7. Kurangi pendinginan ruangan atau matikan sistem saat bangunan gedung tidak dihuni.

3. Sistem Transportasi Gedung

    Pertimbangkan efisiensi energi saat merencanakan sistem transportasi dalam bangunan gedung seperti eskalator, lift, dan lain-lain. Eskalator adalah unit pengangkut beban yang didesain untuk mentransportasi orang antara dua tujuan yang berbeda. Eskalator digerakkan oleh motor listrik dan menggerakkan anak tangga dan rel tangan pada kecepatan yang disinkronisasi. Eskalator didukung oleh tiang penopang yang terdiri dari seluruh komponen mekanikal, seperti unit penggerak, rem dan rantai. Eskalator umumnya memiliki kecepatan sekitar 0,5 m/s – cukup cepat untuk menyebabkan pemindahan yang cepat tanpa mengabaikan kenyamanan dan keselamatan.

    Perkembangan teknologi hemat energi mengambil pendekatan-pendekatan berbeda dalam menangani faktor-faktor penyebab ketidakefisienan dalam sistem transportasi vertikal. Faktor penyebab ini dapat dibagi ke dalam dua kelompok utama: langsung dan tidak langsung. Untuk simulasi bangunan gedung komersil 15-lantai dan simulasi tempat tinggal 25-lantai, regenerasi mengurangi penggunaan listrik hingga 30% secara relatif terhadap sistem motor traksi dengan persneling sebagai kasus acuan. (Enermodal Engineering Limited 2004, Market Assessment for Energy Efficient Elevators and Escalators, Final Report)

3.1 Langkah - langkah Efisiensi Energi Pemakaian Transportasi Pada Gedung

  1. Periksa penggunaan energi lift dan eskalator secara teratur.
  2. Lakukan pemeliharaan teratur terhadap motor lift dan eskalator.
  3. Pastikan bahwa mode hemat energi atau mode tidur bekerja dengan baik.
  4. Hiasi tangga untuk mendorong penggunaan tangga.
  5. Tinjau lalu lintas orang dan sesuaikan pengaturan lift.    
  6. Integrasi Sistem Manajemen Energi Bangunan Gedunng (SMEBG) 

4. Sistem Elektrikal

    Pertimbangan efisiensi energi dengan perencanaan, pemasangan, dan manajemen sistem elektrikal. Selain HVAC, pencahayaan, dan sistem transportasi gedung, terdapat beberapa sistem elektrikal lainnya dalam bangunan. Bagian sistem data dan keamanan akan meliputi komputer, CCTV, server, dan lain-lain. Pada bagian ini, peralatan seperti microwave, boiler elektrikal dan peralatan kantor seperti printer, mesin fotokopi, dan pintu otomatis akan dibahas.


Gambar 8: Panel Control System Termination


    Peralatan kantor mempunyai variasi yang banyak dari sisi konsumsi energi nya. Beberapa peralatan mungkin sangat efisien, namun yang lain tidak. Sebagai pemilik gedung, peralatan kantor adalah bagian dari penggunaan energi bangunan gedung dan dapat dikendalikan dengan mendidik penghuni bangunan dan, apabila diizinkan, memiliki kebijakan bahwa hanya peralatan dengan tingkat energi tertentu yang boleh digunakan. Peralatan kantor yang memiliki sistem hemat energi yang terintegrasi sebaiknya diidentifikasi, dan dipastikan bahwa sistem tersebut telah aktif. Dengan adanya upaya pemerintah Indonesia untuk memberikan label energi untuk peralatan elektrikal, seharusnya lebih mudah untuk memspesifikasikan kebijakan peralatan yang efisien di masa depan setelah proses pemberian label selesai.

4.1 Langkah - langkah Efisiensi Energi Pemakaian Transportasi Pada Gedung

  1. Didik seluruh penghuni kantor dan ciptakanlah budaya “mematikan” terkait peralatan elektronik untuk menghemat energi dan mengurangi perolehan panas.
  2. Pasang program hemat energi pada komputer.
  3. Dorong penggunaan screen saver menjadi “hemat energi”.
  4. Jangan tinggalkan peralatan dalam kondisi menyala.
  5. Pasang pengatur waktu pada vending machines dan peralatan lain yang sesuai.
  6. Ganti bank kapasitor yang berukuran atau memiliki desain berlebihan dengan bank kapasitor yang memiliki kapasitas lebih kecil.
  7. Beli peralatan yang menggunakan energi lebih sedikit dan/atau memiliki fitur hemat energi.

5. Sistem Kebakaran dan Keselamatan (Fire Protection)

    Saat mendesain untuk efisiensi energi, faktor kebakaran dan keselamatan bangunan gedung tidak dapat dikompromi. Pada masa sekarang ini pembangunan gedung-gedung tinggi (apartement dan hotel)  harus dilengkapi dengan sistem proteksi kebakaran guna meminimalisir kerugia-kerugian yang disebabkan oleh kebakaran. Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.26/PRT/M/2008 tentang “Persyaratan Teknis Sistem Proteksi Kebakaran pada Bangunan Gedung” dan Peraturan Daerah Khusus Ibukota Jakarta No. 8 Tahun 2008 tentang “Penanggulangan Bahaya Kebakaran dalam wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta”. Diharapkan juga dengan adanya sistem pemadam kebakaran dapat memberikan rasa aman dan nyaman bagi para penghuninya.
Gambar 9: Box Hydrant dan Hydrant Pillar pada gedung
Sumber: 99.co

5.1 Standar Instalasi System Fire Protection

    Sebagai upaya untuk menginstalasi system hidran yang optimal maka harus menggunakan standar dalam penginstalasiannya. Standar Instalasi pemasangan hydrant berdasarkan NFPA dan SNI
  • NFPA (National Fire Protection Association) adalah organisasi internasional yang memajukan ilmu pengetahuan serta metode pencegahan dan proteksi kebakaran. NFPA menerbitkan kode dan standar dalam lingkup pencegahan kebakaran, kelistrikan, serta keamanan gedung. Standar pemasangan instalasi hydrant berdasarkan NFPA adalah sebagai berikut:
    1. NFPA 20: Standar instalasi pompa sentrifugal
    2. NFPA 14: Standar instalasi sistem selang dan pipa tegak
    3. NFPA 13: Standar instalasi sistem sprinkler
  • SNI (Standar Nasional Indonesia) digunakan sebagai standar yang belaku di indonesia untuk melindungi jiwa dari bahaya kebakaran. Berikut adalah SNI untuk pemasangan hydrant:
    1. SNI 03-1735-2000: Tata cara perencanaan akses bangunan dan akses lingkungan untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung
    2. SNI 03-1745-2000: Tata cara perencanaan dan pemasangan sistem pipa tegak dan slang untuk pencegahan bahaya kerbakaran pada bangunan gedung.
    3. SNI 03-3989-2000: Tata cara perencanaan dan pemasangan sistem sprinkler automatik untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung.

6. Pengunaan Air

6.1 Pengaruh Air dan Pendauran Ulang Terhadap Efisiensi Energi

    Banyak orang yang tidak sadar akan hubungan antara kualitas air dan efisiensi energi. Air dengan tingkat kesadahan yang tinggi menghasilkan kerak air, dan air yang tidak dirawat dapat menyebabkan fouling yang akan menghambat pemindahan panas. Penghambatan pemindahan panas berarti butuh energi yang lebih untuk mencapai hasil yang sama. Perpindahan kalor pada bangunan gedung terjadi dalam proses pemanasan dan pendinginan apapun yang menggunakan air, termasuk pemanasan air, coil unit pengolah udara (AHU – Air Handling Unit) dan Chiller yang media pendinginnya adalah air.
Menurut Phillip Kotz dalam “Clean system Approach to Air Conditioning Heating, Piping and Air Conditioning Journal”, kerak air sebesar 0,32 mm akan menyebabkan konsumsi energi tambahan sebesar 12% per Ton untuk Chiller yang didinginkan oleh air.
Gambar 10: Proses Scalling Pipa Chiller yang berkerak

    Secara umum, tindakan pencegahan terhadap kerak air dan fouling jauh lebih efektif dan lebih murah dalam jangka panjang dibandingan tindakan perbaikan setelah terdapat kerak air dan fouling. Tindakan pencegahan dapat berbentuk merawat air sebelumnya untuk mengurangi faktor-faktor fouling dan kerak air, perawatan air yang baik, pengawasan secara teratur, dan pemeliharaan teratur pada sistem yang menggunakan air.

6.2 Manajemen Air Hujan

    Air hujan dapat menjadi sumber air bersih dengan kandungan mineral yang jauh lebih sedikit daripada air sumur atau air kota pada umumnya.

    Beberapa faktor perlu dipertimbangkan saat memanen air hujan: 
  • Lebih baik membuang air hujan dari 20 menit pertama untuk menghindari kandungan asam dalam hujan. 
  • Sebaiknya diadakan proses untuk mengontrol fouling biologis. 
  • Penyimpanan air hujan sebaiknya dikalkulasi berdasarkan jumlah yang direncanakan akan dipakai dan sangat bergantung pada ketersediaan ruang. 
  • Peraturan lokal yang mencegah panen air hujan. 

6.3 Sistem Distribusi Air

    Sistem distribusi air dapat memiliki dampak terhadap efisiensi energi bangunan gedung secara keseluruhan. Sebagian besar sistem air yang didinginkan/dipanaskan telah terisolasi untuk mencegah kehilangan energi saat distribusi. Dampak dari isolasi yang tidak tepat pada saluran air panas atau dingin adalah peningkatan penggunaan energi untuk menghasilkan air pada suhu tertentu. Sebagaian besar riser air dingin dalam bangunan gedung berukuran sedang hingga besar perlu diperiksa secara teratur dan diisolasi ulang apabila terdapat kerusakan pada isolasi.

6.4 Langkah-langkah Efisiensi Energi pada Manajemen Air Bangunan

    Berikut faktor-faktor yang dapat dilakukan untuk mencegah pemborosan energi dalam manajemen air pada bangunan gedung:
  • Pemeriksaan reguler terhadap penggunaan energi dari chiller dan boiler. 
  • Catatlah suhu pendekatan approach chiller. 
  • Pastikan program perawatan air berjalan (pemberian bahan kimia, blow-down, dan lain-lain.). 
  • Periksa menara pendingin (Cooling Tower)secara teratur. 
  • Periksa elemen penukar kalor setiap tahun (Kondensor dan Evaporator pada Chiller).
  • Pasang program perawatan air yang baik, yang mencakup pengawasan parameter air dan parameter biologis per minggu. 
  • Periksa keberadaan bakteri legionella secara teratur.

Kesimpulan

    Seluruh informasi yang di sampaikan pada artikel ini bertujuan untuk seluruh installer sistem pada bangunan gedung guna mencapai efisiensi energi yang maksimal dan menghindari pemborosan energi yang tidak perlu. Karena terdapat banyak regulasi dan standar yang harus diterapkan sebelum dan sesudah pemasangan sistem pada bangunan.

    Artikel ini semoga dapat membantu arsitek, ahli teknik, dan konsultan untuk menjelaskan keuntungan dari praktek pembangunan gedung yang mengedepankan efisiensi energi kepada pengembang dan pemilik bangunan gedung, keuntungan yang mencakup isu-isu terdekat seperti biaya energi meningkat secara drastis, serta tantangan-tantangan global seperti kelangkaan bahan bakar fosil.

Referensi

1. ASHRAE; Handbook - Fundamentals. USA, 2009. 
2. ASHRAE; ASHRAE Standard 90.1; USA. 
3. ASHRAE; ASHRAE Journal. USA, August, 2004; 
4. ASHRAE; ASHRAE Guideline 0 - The Commissioning Process; USA, 2005.
5. IESNA; IESNA Lighting Handbook 9th edition; IESNA. USA.
6. Kotz, Philip; Clean System Approach to Air Conditioning Heating, Piping and Air Conditioning Journal.
7. Satwiko, Prasasto and Istiadji, Djoko; Architecture: Computer Simulation of Low Energy Building- Case studies , Atma Jaya Yogyakarta University. Indonesia, 2010. 
8. SNI (Indonesia National Standardization Agency) 6197-2011 Konservasi Energi pada Sistem Pendahayaan. 
9. SNI (Indonesia National Standardization Agency) 6390 – 2011 Konservasi Energi pada Sistem Tata Udara. 
10. SNI (Indonesia National Standardization Agency) 03-6572-2001 Tata Cara Perancangan Sistem Ventilasi Dan pengkondisian Udara Pada Bangunan Gedung. 
11. SNI (Indonesia National Standardization Agency) 6389:2011 :Konservasi Energi Selubung Bangunan Pada Bangunan Gedung. 
12. Statistics book of Electricity and Energy Number 22 – 2011.


Senin, 25 Oktober 2021

MENGENAL APA ITU HVAC (Heating, Ventilation, & Air Conditioning)


    HVAC (Heating, Ventilation, & Air Conditioning) merupakan salah satu lingkup pekerjaan bidang MEP (Mechanical, Electrical, & Plumbing). Namun HVAC berfokus terhadap pengkondisian udara pada suatu bangunan, tempat tinggal maupun industri besar.

Gambar 1. Ducting dan AC Central
Sumber: www.achengineering.com

    Maksud dari pengkondisian udara adalah sistem yang digunakan untuk mengatur dan mempertahankan kenyamanan thermal. Ada 3 faktor yang mempengaruhi kenyamanan thermal maupun IAQ (Indoor Air Quality), yaitu:

  1. Temperature ( °Celcius / °Fahrenheit) 
  2. Kelembaban Relatif ( 0 s/d 100% RH) Relative Humidity
  3. Percepatan Udara pada ruangan (CMH = Cubic Meter/ Hour, CFM = Cubic Feet/ Minute)

    Kemudian untuk mencapai persyaratan thermal ada beberapa standar yang digunakan baik di Indonesia maupun secara global:

  • ASHRAE Handbook - American Society of Heating, Refrigerant and Air Conditioning Engineers
  • SMACNA - Sheet Metal & Air Conditioning National  Contractor's Association
  • SNI 03-6572-2001 - Tata Cara Perancangan Sistem Ventilasi dan Pengkondisian Udara Pada Gedung
  • SNI 6390 : 2011 - Konservasi Energi Sistem Tata Udara Pada Bangunan Gedung
    Bagaimana cara sistem tersebut bisa bekerja untuk mencapai persyaratan-persyaratan yang dibutuhkan? 

1. HEATING


    Heating pada sistem HVAC adalah sistem yang buat untuk menghasilkan panas pada indoor bangunan atau gedung. Karena Indonesia termasuk negara beriklim tropis, maka penggunaan alat Heating jarang digunakan. Biasanya alat Heating ini digunakan di negara-negara atau wilayah yang memiliki iklim dingin.

2. VENTILATION


    Tujuan utama ventilasi pada bangunan yaitu untuk memberikan udara segar/fresh air ke indoor melalui bukaan pada bangunan atau disebut Natural Ventilation (ventilasi alami) maupun Ventilasi Mekanis. Satuan yang digunakan CMH (Cubic Feet/ Hour). Setiap ruangan memiliki nilai CMH berbeda-beda, menyesuaikan fungsi ruangan tersebut. Lihat tabel SNI 03-6572-2001 pada Gambar 2.
Gambar 2. Kebutuhan pertukaran udara (ACH) pada ruangan 
Sumber: SNI 03-6572-2001

    
    Berdasarkan cara kerjanya, ada 2 jenis ventilasi:

    1. Ventilasi Alami / Natural Ventilation
Gambar 3. Jenis ventilasi alami
Sumber: Teal Products

            I. Single Sided Ventilation (Ventilasi Satu Sisi)
    Pertukaran udara pada ventilasi ini sangat sedikit karena hanya mengandalkan satu bukaan pada bangunan.
            II. Cross Ventilation (Ventilasi Silang)
    Ventilasi Silang bekerja dengan dua sisi atau lebih dan dapat menghasilkan pembaruan udara yang cukup baik secara konstan.
            III. Stack Ventilation (Ventilasi Bertumpuk)
    Ventilasi bertumpuk lebih efektif digunakan pada bangunan tinggi. Menggunakan ventilasi ini tidak selalu dapat mendinginkan suatu bangunan. Menggunakan tambahan ventilasi Mekanis dapat memaksimalkan ventilasi jenis bertumpuk ini.

    2. Ventilasi Mekanis
Gambar 4. Home use Energy Recovery Ventilation (ERV)
Sumber: homeevent.com 

    Ventilasi ini memerlukan alat mekanis untuk membantu proses pertukaran udara di dalam ruangan atau disebut Exhaust Fan. Selain untuk memenuhi kebutuhan udara segar dalam ruangan, penggunaan ventilasi mekanis juga dapat menjaga tekanan udara (+) dan (-).
    Disebutkan beberapa faktor yang menentukan kapasitas Exhaust Fan:
    • Fungsi Ruangan. 
    • Volume ruangan (m3). Faktor ini untuk menentukan kebutuhan pertukaran udara dalam CMH
    • Berapa kali pertukaran udaranya sesuai fungsi ruangan. Lihat Gambar 2 tabel SNI Kebutuhan Ventilasi Mekanis. CMH = ACH x Volume Ruangan.
    Berdasarkan sistem kerjanya, ventilasi ini dibagi menjadi 4 sistem;
            1.    Exhaust Ventilation
Gambar 5. Exhaust Ventilation works
Sumber: hvi.org 

    Sistem ventilasi ini yang umum digunakan pada rumah tinggal. Cara kerjanya dengan menghisap udara indoor dan membuat udara indoor menjadi tekanan (-) sehingga menimbulkan udara luar/outdoor masuk melalui celah/rongga terbuka pada sisi-sisi dinding maupun atap. Ventilasi ini efektif untuk mengurangi kelembaban berlebih.

            2.    Supply Ventilation
Gambar 6. Supply Ventilation works
Sumber: hvi.org 
    Sistem supply ventilasi menggunakan fan/kipas untuk memberikan tekanan udara (+) pada indoor sehingga menimbulkan udara dalam/indoor keluar dan bertukar dengan udara luar melalui kipas/fan supply.

            3.    Balanced Ventilation
Gambar 7. Balanced Ventilation works
Sumber: hvi.org 
        Sistem ini seimbang antara mensupply dan membuang udara pada ruangan. Pada sistem ventilasi seimbang ini kemungkinan membutuhkan sebuah filter (pre filter) untuk menyaring polutan dan debu yang ingin masuk ke dalam ruangan melalui kipas/fan.

            4.    Energi Recovery Ventilation (ERV) & Heat Recovery Ventilation (HRV)
            ERV:    Merupakan alat ventilasi mekanis yang dapat dikontrol dan menghasilkan pembagian udara yang seimbang. Cara kerja ERV adalah dengan mencampurkan udara indoor dengan udara outdoor untuk di supply kembali ke dalam indoor/ruangan. Penggunaan ERV dapat meringankan beban pada alat AC (Air Conditioning). Biasa digunakan di wilayah iklim tropis.
Gambar 8. Energy Recovery Ventilation works
Sumber: na.panasonic.com 
            HRV:    Merupakan alat ventilasi untuk merecovery/memulihkan udara panas didalam ruangan yang dihasilkan oleh Heater/Pemanas ruangan menjadi udara yang segar kembali. cara kerjanya hampir sama dengan ERV. Biasa digunakan di wilayah iklim dingin.
Gambar 9. Heat Recovery Ventilation works
Sumber: www.primexvents.com


3. AIR CONDITIONING

Gambar 10. Urutan cara kerja sistem AC
Sumber: HVAC Notes By Engr. Ramy Ghoraba
Gambar 11. Kompressor, Condenser, dan Evaporator menjadi satu kesatuan pada unit chiller
Sumber: Dokumentasi proyek

    Pada sistem Air Conditioning media utama dalam mengatur pengkondisian udara adalah Zat Refrigeran atau Zat Pendingin. Refrigeran merupakan fluida/cairan yang memiliki sifat mudah berubah bentuk dan berubah suhu jika mendapat tekanan yang besar.

    Prinsip dan urutan pada setiap alat Air Conditioning adalah sama dan memiliki beberapa komponen. Dibawah ini akan dijelaskan komponen utama maupun komponen pendukung:

        I. Compressor


Gambar 12. Compressor unit
Sumber: Google Image

    Kompressor merupakan komponen mekanis utama dalam rangkaian system HVAC. Alat ini bertanggung jawab untuk memompa zat refrigerant dari coil Evaporator menuju coil Condenser. Oleh karena itu Kompressor memiliki 2 pipa; 
    • Pipa Discharge (Buang): Pipa ini dialiri oleh zat refrigerant yang menuju Condenser
    • Pipa Suction (Hisap): Pipa ini dialiri oleh zat refrigerant yang berasal dari Evaporator 
Gambar 13. Outdoor AC beserta unit kompressor didalamnya
Sumber: Google Image

            II. Condenser
Gambar 14. Kondenser pada outdoor AC 
Sumber: Google Image

    Condenser berfungsi melepas panas dari refrigeran ke lingkungan sekitar/outdoor menggunakan fan/blower. Proses ini menyebabkan refrigeran berubah bentuk dari uap menjadi cair atau disebut kondensasi.

        III. Katup Expansi
Gambar 15. Katup Expansi

    Katup expansi atau expansion valve berfungsi menurunkan tekanan dan temperature sehingga menimbulkan efek dingin pada evaporator sebelum dihembuskan keluar oleh fan pada evaporator.

        IV. Evaporator
Gambar 16. Evaporator pada AC Split
Sumber: Google Image

    Evaporator adalah kumparan/coil berisi gas refrigeran yang sudah dingin setelah melewati katup ekspansi. Refrigeran diubah dari liquid/cair menjadi gas dalam evaporator. Udara dingin pada coil evaporator kemudian dihembuskan oleh fan pada evaporator ke seluruh ruangan. 
    -Pada AC Split Wall, posisi Evaporator berada di indoor
    -Pada Unit Chiller, semua komponen utama menjadi satu kesatuan. Lihat Gambar 11.

        V. Fan/Blower
    
Gambar 17. Salah satu jenis fan pada alat HVAC
Sumber: Google Image
    Fungsi fan pada unit AC untuk mendinginkan coil pada kondenser dan menyebarkan udara dingin yang di hasilkan oleh coil evaporator. Ada 2 jenis fan yang dipakai oleh AC type Split. 
            1. Aksial Fan: Fan ini digunakan pada Kondensor di outdoor AC
            2. Crossflow Fan: Fan ini digunakan pada Evaporator di indoor AC 

        VI. Pipa Kapiler / Pipa Tembaga
Gambar 18. Pipa tembaga sebagai penghubung komponen HVAC
Sumber: Google Image

    Disetiap alat AC memiliki pipa tembaga yang berisi fluida refrigeran. Pipa ini berfungsi menurunkan tekanan refrigeran dan penghubung fluida refrigeran ke semua komponen utama pada ac. Terdapat 2 jenis pipa refrigeran berdasarkan fluida yang dibawa;
            1. Gas Pipe: Berisi fluida refrigeran berbentuk gas. (Diameter lebih besar dari Liquid Pipe)
            2. Liquid Pipe: Berisi fluida refrigeran berbentuk cai. (Diameter lebih kecil dari Gas Pipe)

    Demikian penjelasan mengenai sistem HVAC. Semoga bermanfaat!

Kamis, 21 Oktober 2021

HATI-HATI UDARA YANG TERASA NYAMAN BELUM TENTU SEHAT!!

 

    Bagaimana kita bisa memastikan udara di dalam ruangan atau rumah yang kita tempati sehat atau tidak sehat sedangkan kita tidak mengetahui persyaratan kualitas udara yang sehat dan layak.

    Menjaga kualitas udara di dalam ruangan maupun rumah tinggal adalah hal yang penting. Terutama pada tempat yang sebagian besar waktu kita dihabiskan di ruangan tersebut seperti rumah tinggal. Sehingga perlu pengetahuan dan tindakan untuk mendapatkan kualitas udara yang baik dan sehat.

Gambar 1. Alat pengatur kelembaban pada ruangan
Sumber: Google Image

    Dibawah ini akan di jelaskan upaya untuk menjaga kualitas udara agar semakin baik dan lebih  sehat.


  1.    Ketahui Persyaratan Suhu Yang Baik Pada Ruangan

    Berdasarkan pedoman yang dibuat oleh Mentri Kesehatan, suhu merupakan kualitas fisik yang pertama kali disebutkan dalam PMK (Peraturan Mentri Kesehatan) Pedoman Penyehatan Udara Dalam Ruang Rumah. Nilai suhu yang dipersyaratkan adalah 18-30 °C.

Gambar 2. Standar suhu (°F) pada setiap ruangan 
Sumber: heckerothplumbing.com

    Dampak suhu terlalu rendah dapat menyebabkan gangguan kesehatan hingga hypothermia, sedangkan suhu yang terlalu tinggi dapat menyebabkan dehidrasi sampai dengan heat stroke.

Banyak factor yang mempengaruhi perubahan suhu dalam ruangan, antara lain:

  • Kondisi Geografis tempat tinggal
  • Ventilasi yang tidak memenuhi syarat
  • Kepadatan hunian 
  • Pemakaian bahan dan struktur bangunan yang kurang sesuai

    Bagaimana pencegahan atau upaya yang harus dilakukan supaya suhu dalam rumah sesuai standar? Bila suhu udara di atas 30 °C diturunkan dengan cara meningkatkan sirkulasi udara dengan menambah ventilasi. Bila suhu kurang dari 18 °C, maka perlu menggunakan pemanas ruangan atau heater.


    2.    Ketahui Standar Kelembaban dan Temperature Udara Yang Sehat

Gambar 3. Udara yang lembab ditandai dengan munculnya kabut pada jalanan
Sumber: Google Image

    Faktor umum penyebab tingkat kelembaban yang tidak teratur yaitu:

  • Kondisi geografis tempat tinggal seperti di dekat laut, dataran tinggi, pegunungan maupun di gurun.
  • Kontruksi rumah yang kurang baik seperti atap yang bocor, adanya kamar mandi di ruangan yang sempit, serta kurangnya pencahayaan alami maupun buatan di dalam ruangan tersebut.

    Berdasarkan rekomendasi dari The American Society of Heating, Refrigerant and Air-Conditioning Engineers (ASHRAE) yang berfokus pada system bangunan, efisiensi energi, kualitas udara ruangan dan pendinginan industry, tingkat kelembaban relative harus dijaga diantara 45-65% (RH) sebagai tingkat yang ideal.

    Semakin tinggi nilai RH artinya udara semakin lembab kemudian virus, jamur, tungai, lumut, dan bakteri akan mudah berkembang pesat seperti Gambar 4. Jika sedikit nilai RH artinya udara semakin kering dan akan timbul penyakit saluran pernapasan, kulit dan mata jadi kering. Masalah tersebut bisa membahayakan kesehatan tubuh manusia.

Gambar 4. Dampak buruk yang ditimbulkan oleh udara yang lembab tembok menjadi berjamur
Sumber: Google Image

    Lalu apa yang harus dilakukan jika kita mendapati udara terlalu lembab atau terlalu kering?

  • Jika kelembaban udara < 40% (artinya udara terlalu kering)
    • Memodifikasi fisik bangunan, kalian bisa menambahkan jumlah jendela dan ventilasi
    • Membuka jendela rumah
    • Menggunakan Humidifier (alat penambah kelembaban) Gambar 5.
Gambar 5. Humidifier sebagai alat pengatur kelembaban
Sumber: www.sehatq.com
  • Jika kelembaban udara > 65% (artinya udara terlalu lembab)
    • Memasang genteng kaca atau pfafond supaya cahaya panas masuk ke dalam ruangan
    • Menggunakan Dehumidifier (alat penghilang kelembaban) Gambar 6.
Gambar 6. Alat Dehumidifier mengurangi kelembaban pada ruangan
Sumber: www.rumah.com
 

    3.    Menggunakan Ventilasi Untuk Pertukaran Udara di Dalam Ruangan

    Ventilasi berfungsi sebagai paru-paru pada bangunan. Ventilasi yaitu proses mendistribusikan udara segar dari luar ruangan supaya masuk ke dalam ruangan. 

Gambar 7. Contoh ventilasi alami (cross ventilation)
Sumber: Google Image

    Tujuan utama dari ventilasi adalah memberikan udara segar/Fresh Air dari luar supaya udara yang sudah jenuh di dalam ruangan terganti dengan udara baru.

    Perlu diketahui terdapat 2 system ventilasi:

            I.    Ventilasi Alami

Gambar 8. Macam-macam ventilasi alami pada bangunan
Sumber: www.archdaily.com

        Ventilasi alami (natural ventilation) yaitu system ventilasi yang terjadi secara alami tanpa bantuan peralatan mekanis. Wujud dari ventilasi alami pada bangunan dengan memasang bukaan jendela pada sisi dinding sesuai dengan datangnya arah angin. 

    Ilustrasi tentang ventilasi alami terdapat pada Gambar 8. Ventilasi alami memanfaatkan laju aliran angin untuk menukar udara jenuh di dalam ruangan.

        II.    Ventilasi Mekanis

Gambar 9. Turbine Ventilator merupakan salah satu jenis ventilasi mekanik
Sumber: Google Image 

        Sesuai dengan namanya, ventilasi ini menggunakan alat mekanis untuk membantu proses pertukaran udara pada ruangan. Penggunaan ventilasi mekanis juga berfungsi untuk menjaga tekanan udara positif dan negatif pada suatu ruangan tertutup.

    Salah satu contoh Ventilasi Mekanik terdapat pada Gambar 9. Turbine Ventilator mampu mengurangi panas berlebih dengan menghisap udara panas yang terkumpul di dalam atap.


    Kesimpulan


    Menjaga temperature, kelembaban, dan sirkulasi udara pada sebuah bangunan atau tempat tinggal merupakan pokok penting yang harus diperhatikan. Kualitas udara harus seimbang untuk menjaga kesehatan penghuni ruangan.

    Demikian artikel tentang upaya mendapatkan kualitas udara yang baik dan sehat. Semoga bermanfaat!
      

Rabu, 13 Oktober 2021

CARA MENENTUKAN KEBUTUHAN CAHAYA PADA RUANGAN DENGAN LUX, LUMEN DAN KELVIN

 


Pernah kalian mengalami kejadian saat lampu kamar tidur atau lampu ruang keluarga tiba-tiba mati dan kalian harus mengganti dengan lampu yang baru. 

Kalian sadar bahwa lampu yang digunakan menggunakan 16-watt kemudian kalian beli lampu dengan watt yang sama tapi saat kalian pasang kok terangnya beda? Itu karena watt bukanlah satuan untuk menentukan tingkat kecerahan cahaya pada lampu.

Gambar 1. Contoh keterangan daya lampu LED pada salah satu produk lampu
Sumber: Google Image


LUMINOUS FLUX (LUMEN)

        Luminous flux yang memiliki satuan Lumen [lm] adalah kuantitas cahaya yang dipancarkan oleh sumber cahaya. Semakin besar lumen maka semakin besar output cahaya yang dihasilkan. Jika kalian berpatokan kepada kuantitas watt pada keterangan lampu, tentunya watt bukanlah satuan untuk mengukur terangnya cahaya pada lampu.

Gambar 3. Perbandingan lumen pada lampu
Sumber: www.led-car-light-manufacturer.com

Gambar 2. Keterangan daya pada lampu LED

Satuan seberapa terangnya suatu cahaya lampu tetap menggunakan satuan lumen akan tetapi, jenis lampu yang berbeda memilliki perbandingan watt dan lumen yang berbeda pula. Hal ini digambarkan pada ilustrasi Gambar 4.  

Gambar 4. Perbandingan Daya (Watt) dan Lumen pada beberapa jenis lampu
Sumber: dallasbuilders.com

        Dimana untuk mengejar lumen tertentu setiap jenis lampu memiliki daya watt yang berbeda. Sehingga satuan terang atau tidaknya yang digunakan lumen.   
        
ILLUMINANCE (LUX)

Illuminance / Lux [lx] adalah jumlah flux yang jatuh atau terlihat dari objek yang di pancarkannya bisa benda ataupun sebuah area & tempat. Satu Lux [lx] adalah sama dengan satu lumen per meter persegi. 

Jadi perbedaannya, lumen adalah intensitas cahaya yang dihasilkan oleh sumber cahaya, sedangkan lux adalah tingkat kecerahan perbukaan objek yang terpapar/diterima oleh sumber cahaya

Rumus:    1 lx = 1 lm/m2

        Jadi berapa lux yang kita butuhkan untuk menetapkan pencahayaan yang sesuai pada ruangan? berikut tabel SNI 03-6575-2001 kebutuhan lux pada masing-masing ruangan:

Gambar 5. Tabel kebutuhan lux pada setiap ruangan
Sumber: SNI 03-6575-2001


        Kemudian bagaimana cara kita menghitung dengan persamaan 1lx = 1lm/m2 ?

Contohnya kasus seperti ini, 
  • Kalian memiliki kamar tidur seluas 10m2 atau (2mtr x 5mtr)
  • Kemudian lampu yang kalian gunakan sebesar 1600 lm
  • Tingkat pencahayaan yang didapatkan dengan satuan Lux[lx] sebesar lx=1600lm/10m2
  • Hasil Lux[lx]=160
        Dari contoh kasus diatas, jumlah lux'nya adalah 160, jika mengikuti standar SNI tentu jumlah lux yang digunakan sudah sesuai untuk fungsi ruangan sebagai kamar tidur yang memiliki nilai lux 120~250.

KELVIN

        Kelvin adalah satuan unit yang dipakai untuk mengukur suhu warna pada sebuah sumber cahaya. Kelvin menggambarkan tampilan hangat atau sejuknya sumber cahaya [colour temperature]. 

        Semakin besar nilai kelvin maka output cahaya yang dihasilkan semakin biru. Sebaliknya jika nilai kelvin sedikit maka output cahaya yang dihasilkan semakin berwarna kuning.

Gambar 6. Perbandingan nilai kelvin pada sumber cahaya
Sumber: www.ledlightingwholesaleinc.com

Warm Light (2000 – 3000)

        Tampilan cahaya hangat umumnya memberikan efek cahaya yang lebih lembut dan memberikan suasana yang nyaman.

Netral Light (3500 – 5000)

        Tampilan cahaya putih alami lebih banyak digunakan di lingkungan kerja atau ruangan yang membutuhkan focus tinggi. Efek cahaya ini menciptakan suasana yang energik dan menyegarkan bagi karyawan.

Cold Light (6000 – 10000)

        Tampilan ini mengeluarkan cahaya kebiruan yang terang. Warna inilebih disukai untuk pekerjaan di mana kita perlu melihat detail. Direkomendasikan untuk area visual, pencahayaan keamanan, dan garasi.


KESIMPULAN

        Dari penjelasan diatas mana yang bisa dijadikan standar?. Sesuai tujuan dan fungsi ruangan, tujuan pencahayaan pada sebuah ruangan adalah untuk menerangi suatu area atau tempat tertentu. Hal ini dinyatakan pada standar SNI 03-6575-2001 satuan untuk mengukur kebutuhan pencahayaan menggunakan Lux [lx]. 

        Pemakaian lampu/sumber cahaya dengan perhitungan Lux dan Lumen yang benar akan mengoptimalkan pencahayaan pada ruangan sesuai dengan fungsinya.

        Apabila memilih lampu terlalu gelap akan beresiko terjadinya kesalahan dan kecelakaan dalam berkegiatan. Sedangkan ruangan yang terlalu terang bisa mengakibatkan munculnya sakit kepala, kelelahan pada mata bahkan timbul stress.